Resensi Novel
Sastra
Anak Perawan di
Sarang Penyamun
Judul Novel :
|
Anak Perawan di Sarang Penyamun
|
Pengarang :
|
Sutan Takdir Alisyahbana
|
Penerbit :
|
Dian Rakyat
|
Tebal Buku :
|
126 Halaman
|
Cetakan Ke :
|
Duapuluh (2008)
|
Tempat Terbit :
|
Jakarta
|
Anak Perawan di Sarang Penyamun
1.
Sinopsis
Suatu hari di sarang penyamun terdapat 5 orang
penyamun yang terkenal keji, jahat dan bejat saat mereka memulai aksi menyamun, mereka
adalah Medasing, Tusin, Sanip, Sohan dan Amat serta mereka juga memiliki
seorang mata-mata yang selalu memberikan berita kedatangan para saudagar kaya
yang hendak dijadikan mangsa oleh para penyamun, ia bernama Samad. Dari ke- 5 orang perampok Medasinglah yang
menjadi ketuanya, dia terkenal kekar dan
menyeramkan tetapi sebenarnya Medasing bukanlah keturunan dari penyamun (perampok)
melainkan ia berasal dari keluarga yang baik-baik, namun sayang saat ia kecil
kedua orang tuanya dibantai oleh segerombolan penyamun dan Medasing dijadikan
sebagai anak angkatnya oleh ketua penyamun setelah ayah angkatnya meninggal
Medasinglah yang menggantikannya sebagai ketua penyamun.
Pada
Suat hari Samad memberikan kabar kepada grombolan penyamun bahwa akan ada
Saudagar kaya yang akan melintasi hutan saudagar kaya itu bernama Haji Sahak.
Haji Sahak beserta anak perawan dan istrinya thendak pulang dari Palembang
menuju Pagar Alam seterlah menjual 30 ekor kerbau milik tetangganya dan tentu saja membawa
perbekalan harta yang banyak. Segerombolan penyamun pun tertarik untuk menyamun harta
mereka, dan pada malamharinya
mereka melakukan aksinya tersebut. Mereka menyerang
pondok tempat rombongan Haji
Sahak beristirahat. Para rombongan
dibunuh oleh mereka termasuk Haji Sahak. Istri Haji Sahak, Hajjah Andun mencoba
menolong suaminya, namun ia ikut disakiti oleh penyamun tersebut hingga terluka
dan pingsan. Dan anak perawan Haji Sahak, Sayu tidak dibunuh,namun dibawa lari
oleh para penyamun.
Secara
diam-diam Samad menyukai Sayu, kemudian iya membisikan niatnya kepada sayu
bahwa ia akan diam-diam membawanya lari dari sarang penyamun tersebut. Semenjak
Haji Sahak terbunuh para penyamun tidak pernah sukses menghadapi mangsa, karena
mangsa mereka telah mempersiaplan diri untuk melawan para penyamun tersebut
dengan benda tajam lainnya. Hal ini disebabkan Sayu telah membocorkan kepada
para Saudagar yang hendak melintasi hutan agar mempersiapkan diri untuk melawan
para penyamun. Satu persatu dari penyamun meninggal karena luka parah yang
tersisa tinggal Medasing yang terluka parah ahirnya Sayu membawa Medasing ke
rumahnya sesampai mereka di rumah sayu, ia merasa terkejut karena rumahnya
telah dihuni oleh pemilik baru sedangkan ibunya tinggal di pinggir kampung.
Sayu dan Medasing telah sampai dihadapan ibunya dan itu adalah terahir kalinya
sayu bertemu dengan ibunya, melihat hal tersebut hati medasing merasa hancur
dan pilu karena perbuatan kejinya Hajjah Adun terluka parah sehingga sakit dan
meninggal ahirnya, Medasing Merasa malu terhadap Sayu.
Lima belas tahun kemudian Medasing
berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong
menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu
malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya
yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang
mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab
Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai
para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim (Medasing) itu,
mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal
di rumah Haji Karim dan istrinya yaitu Sayu. Namun paginya secara diam-diam
Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia
pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup bahagia.
2.
Unsur
Instrinsik Perawan di Sarang Penyamun
a.
Tema
Sikap buruk seseorang
menjadi baik kembali setelah menyesali apa yang telah diperbuat.
b.
Amanat
-
Menjadi Perampok
ataupun merapok merupakan perbuatan yang sangat buruk.
Bukti
paragraf terdapat pada paragraf ke lima halaman 12 “Kelima penyamun itu turun perlahan-lahan dari pondok mereka, masing-masing
membawa senjata. Lembing di tangan dan parang di pinggang. Lain dari pada itu
Medasing membawa pistol tuanya”.
-
Setiap orang yang telah
melakukan hal buruk pada dasarnrnya memiliki hati nurani yang tulus pula.
Bukti
paragraf terdapat pada paragraf ke lima halaman 97 “Dan pada waktu sunyi
senyap, ketika segala makhluk laksana menahan nafasnya, Medasing perlahan-lahan
menjauhkan diri dari orang yyang bersedu-sedu mengangis amat sedihnya itu,
turun kebahawah menghilangkan badannya yang gelap gulita itu”.
-
Demi mendapatkan apa
yang diinginkan nafsunya seseorang rela mengorbankan dirinya.
Bukti
paragraf terdapat pada paragraf ke lima halaman 33 “Sesungguhnya ada jua
teringat kepadanya, bahwa perbuatannya itu ia akan bermusushan dengan kawan
penyamun yang ditakuti orang di seluruh
tanak Pasemah. Tetapi perasaan takut itu segera dilenyapkannya untuk memperoleh
gadis yang semolek itu, apa sekalianpun hendak ditentanginya”.
c.
Alur
Alur campuran, karena menceritakan
kelanjutan cerita tersebut serta ada bagian dengan alur
mundur yang menjelaskan kehidupan tokoh sebelumnya.
d.
Tokoh
-
Medasing : Kejam, jahat, bengis,
pemberani, ambisius, kuat.
Bukti paragraf terdapat pada
paragraf ke enam halaman 3 “Pasemah,
Dahulu dusun itu ternama kayanya dan suatu ketika ia diserang oleh sekawanan gagah perkasa. Sekalian
penduduk itu melarika dirinya, masing-masing
melindungkan diri sendiri supaya jangan dimusnahkan oleh kumpulan
perampok kejam itu”.
-
Sayu : Baik, perhatian, penolong, lemah lembut dan cantik.
Bukti paragraf terdapat pada
paragraf ke tujuh halaman 37 “Kelopak matanya bertemu lembut tiada terpaksa
sedikit juapun sehingga matanaya yang tertutup itu menjadi suatu garis hitam
yang sempurna, kainnya yang putih kelabu-labuan tiada sedikit juapun berlawanan
dengan warna kelabu kulit kayu yang berlumut tempat ia bersandar dan warna
hijau jernih rumput dan daun di rimba sekelilingnya”.
e.
Tekhnik pendeskripsian karakter
tokoh
-
Medasing : menggunakan pemaparan langsung pada paragraf ke
lima halaman 3 “Medasing ialah kepala
penyamun berlima itu kata orang ia
kebal, tahan besi dan pada ilmu halimun untuk melenyapkan diri”.
-
Sayu : menggunakan pemaparan langsung pada paragraf ke tiga
halaman 33 “Di Dusun Pinang ia telah beristeri dan mempunya dua orang anak.
Tetapi hal itu tidakkah dapat menahan timbul cinta-birahinya kepada sayu yang amat cantik terpandang kepada matanya.”
f.
Latar
Dalam
cerita ini menggambarkan tentang keindahan tengah hutan, kampung Pagar Alama
serta tempat lainnya di Palembang
g.
Sudut pandang
-
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Bukti paragraf terdapat pada
paragraf ke sembilan halaman 12 “Jalan yang ditempuh penyamun berlima itu amat
sempit; daun pohon perdu bertemu dan sebentar-bentar berdesau-desau bunyinya
dilanggar mereka. Sekali-kali mereka menyuruk, berjalan membungkuk di bawah
semak yang rapat yang bertemu di atas kepala mereka sebagai atap yang rendah
dan lengkung”.
-
Menceritakan tentang keindahan hutan di alam Palembang.
Bukti terdapat pada paragraf ke- 4
halaman pertama “Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air,
jernih dan deras dianatara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, Sungai kecil
itu melintas tebing dan di sana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca,
sambil merayakan bunyi yang gemuruh”.
h.
Gaya Penulisan.
Dalam gaya bahasa yang digunakan sanngat menarik dan gaya bahasa yang hidup dan
lincah seperti anak air di pegunungan.
3.
Nilai-nilai kehidupan novel Perawan
di Sarang Penyamun.
-
Nilai Sosial : kepatuhan seorang bawahan terhadap atasannya.
Bukti paragraf terdapat pada halaman
3 paragraf pertama“Laki- laki yang memegang tombak itu muda dan sigap, turun
dengan tiada memebantah sedikit juapun”
-
Nilai Moral : insafnya seseorang yang telah berbuat buruk
Bukti
paragraf terdapat pada paragraf ke tujuh halaman 97 “ Jauh di dalam hatinya
menyayat dan membakar keinsyafan akan dosa yang tak ada bandingannya.
4.
Relevansi nilai-nilai kehidupan
dalam kehidupan sehari-hari
-
Nilai Sosial : kepatuhan bawahan kepada atasannya, hal seperti
ini masih banyak di temukan dalam masyarakat luas terutama dalam organisasi.
-
Nilai Moral : insyafnya seseorang dari prilaku buruknya,
gejala-gejala seperti ini masih cukup banyak ditemukan dalam masyarakat, rasa
bersalah yang menghantuinnya membuat setiap orang yang berbuat salah bertaubat.